Dalam kondisi gawat darurat, pasien JKN berhak mendapatkan penanganan medis segera tanpa menunggu surat rujukan terlebih dahulu, baik di rumah sakit yang telah bekerja sama maupun yang belum.
Rumah sakit berkewajiban untuk memberikan layanan kepada siapa pun dalam keadaan darurat, tanpa memandang status kepesertaan (umum, JKN, atau tidak memiliki jaminan sama sekali).
Penentuan apakah suatu kondisi termasuk “gawat darurat” menjadi tanggung jawab tenaga medis (dokter), dengan mempertimbangkan kondisi klinis seperti gangguan pernapasan, sirkulasi, penurunan kesadaran, atau kondisi membahayakan lainnya.
Berikut poin‐poin penting dalam prosedur pelayanan gawat darurat bagi pasien JKN:
Aspek
Ketentuan terkini / catatan penting
Tanpa surat rujukan
Pasien JKN dapat langsung ke IGD tanpa surat rujukan / alur rujukan pada kondisi gawat darurat.
Biaya / jaminan
Pelayanan gawat darurat ditanggung oleh BPJS (JKN) dan rumah sakit dilarang menarik biaya tambahan dari pasien JKN dalam kasus kondisi gawat darurat.
Setelah kondisi darurat terkendali / stabilisasi
Bila kondisi pasien sudah tidak lagi dalam keadaan darurat, dapat dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan lain yang bekerja sama.
Fasilitas yang tidak bekerja sama
Rumah sakit / fasilitas kesehatan yang belum bekerja sama tetap harus memberikan penanganan gawat darurat. Setelah itu, pasien dapat dipindahkan ke RS rekanan atau tindak lanjut sesuai aturan.
Cakupan yang dijamin
Pelayanan yang harus diberikan mencakup tindakan medis darurat, pemeriksaan penunjang, stabilisasi, dan konsultasi berdasarkan indikasi medis.
Kriteria gawat darurat
Ditetapkan lewat regulasi (Peraturan Menteri Kesehatan No. 47 Tahun 2018) dan diacu dalam pelaksanaan JKN.
Mulai 30 Juni 2025 diperkirakan akan diimplementasikan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), dimana semua peserta JKN akan mendapatkan kamar rawat inap dengan kapasitas maksimal 4 tempat tidur, tanpa membedakan kelas seperti sebelumnya (Kelas 1, 2, 3).
Namun, perubahan ini lebih berkaitan dengan rawat inap (setelah fase emergensi), dan belum secara khusus mengubah prinsip pelayanan gawat darurat (yakni bahwa kondisi gawat selalu dijamin).
Keluhan sering muncul terkait pembatasan hari rawat oleh rumah sakit terhadap pasien JKN, di mana pasien merasa belum pulih tetapi diminta pulang. Namun rumah sakit berpegang pada indikasi medis dan keputusan dokter penanggung jawab pasien.
Penegasan bahwa keputusan pulang (discharge) bukan berdasarkan keinginan pasien, melainkan berdasarkan kondisi klinis dan pertimbangan medis.
Kasus dugaan penolakan pasien JKN di IGD, apabila dinilai bukan kondisi gawat darurat, memicu perhatian publik dan penegasan bahwa pasien gawat harus diterima, yang tidak gawat darurat disarankan ke instalasi rawat jalan.
Di sisi rumah sakit, ada standar pelayanan IGD yang memuat alur seperti triase, identifikasi, stabilisasi, dan pemeriksaan penunjang sesuai standar rumah sakit.
Pastikan status kepesertaan JKN Anda aktif ketika datang ke IGD.
Sampaikan dengan jelas kondisi pasien (gejala seperti sesak napas, penurunan kesadaran, nyeri hebat, pendarahan, dsb) agar tenaga medis dapat segera melakukan triase.
Bila merasa pelayanan tidak sesuai (misalnya ditolak karena status JKN atau diminta membayar tambahan), langsung laporkan ke:
Petugas pengaduan di rumah sakit (Petugas Informasi dan Pengaduan).
Kantor BPJS Kesehatan.
Simpan semua dokumen medis (catatan dokter, hasil laboratorium, rontgen, rekam medis) sebagai bukti keluhan jika diperlukan.